Hari Sabtu menjelang senja
Sudah menjadi kebiasaan buat ku
nongkrong di bangku taman kota di sore hari menjelang malam. Sambil ditemani
dengan lantunan musik yang keluar dari kedua speaker headset butut warna putih
yang telah memudar.
Sebuah
lagu dari band asal kota Bandung yang namanya terdengar cukup unik, Juicy
Luicy. Entah dapet dari mana ide nya nama tersebut. Tapi lagunya sungguh bisa
di bilang “gue banget”. Lagu tentang kisah cinta yang terhalang oleh sebuah
sekat bernama persahabatan.
“bercerita
tak bisa tak cerita tersiksa, akuuu aku terjebak persahabatan” suara Uan sang
vokalis sungguh fasih melantunkan lagu Terjebak Persahabatan.
“siaaal” ucapku dalam hati, kenapa sih
harus lagu ini yang terngiang-ngiang di kepala. Mana mungkin bisa seseorang
mencintai sahabatnya sendiri. Sahabat ya sahabat! Tak perlulah ada cinta di
dalamnya, ganggu!
Lagu itu mengingatkan akan sahabatku
bernama Naomi, Naomi adalah teman masa kecilku hingga saat ini. Ya hingga saat
ini sebelum kita semua menyadari perasaan aneh ini muncul, dan membuat
persahabatan dan hubungan kita renggang.
Hubunganku dengan Naomi dekat sekali,
sangat dekat. Naomi adalah teman yang bisa di bilang kita tidak pernah lost
contac sejak dulu. Kita main bareng, sekolah bareng, bahkan sekarang kita satu
kampus, walau beda jurusan. Aku mengambil jurusan komunikasi dan dia akuntansi,
walaupun sebetulnya dia ingin masuk jurusan psikolog tapi tidak keterima.
Sore itu ditaman aku bingung, mau senang
atau sedih dengar kabar bahwa Naomi mau satu kampus denganku.
“eh dit, gue masuk kampus yang sama loh
kaya loe” pesan whatsapp dari Naomi mengagetkanku.
“wah masa sih? Emang loe gk di terima
jadi psikolog di kampus idaman loe?” bales ku
“engga dit, bukan rejekinya kali. Loe
harusnya seneng kali gue satu kampus bareng loe” Naomi menjawab.
“seneng kenapa?” pertanyaan yang
seharusnya aku tidak tanyakan, karena aku senidiri pun sudah tau jawabannya.
“ya loe bakalan sering ketemu sama gue
hahaha” Ketawa Naomi di whatsapp sungguh bisa didengar. Ketawanya khas dengan
senyum manisnya yang membuatku suka kepadanya, dia sahabatku Naomi.
Aku mulai suka kepadanya semenjak kita
duduk di bangku smp. Ada rasa yang tak
seperti biasanya ketika aku dekat dengan dia. Rasa yang sungguh mengganggu
sekali. Aku cuma teman mainnya tidak lebih, tapi ada rasa kehilangan bila dia
tidak berada di dekatku. Rasanya aku ingin selalu dekat dengan dia.
Tapi rasa ini hanya aku yang
menyimpannya sendiri, aku tidak berani mengungkapkannya. Dan untuk apa di
ungkapkan, toh Naomi ini sahabatku, bukan gebetanku.
Awalnya aku bisa memendam perasaan ini
sendirian, lama sekali. Tersiksa, jangan tanya. aku selalu mendengarkan
curhatan Naomi tentang laki-laki yang dia suka, yang tentunya bukan aku.
Cemburu? Sudah pasti tapi aku tidak punya hak untuk itu, karna sekali lagi
Naomi adalah sahabatku bukan pacarku.
Aku bisa menyimpan perasaan itu
sendirian hingga saat ini. Tapi tidak mungkin juga aku mampu menahan ini semua,
hati kecilku seperti berteriak meronta ingin jujur tentang ini semua. Tapi aku
bingung gimana caranya? Entah lah, mungkin perasaan ini semua takan pernah
tersampaikan.
Langit biru dengan gumpalan awan yang
terlihat seperti kumpulan kapas kecantikan perlahan berubah menjadi jingga,
lalu lintas di sekitar taman ramai dikarnakan ini jam pulang kantor. Hingga
akhirnya matahari benar-benar pergi dan langit menjadi gelap. Cahaya lampu
taman mulai menghiasi.
setelah menunaikan shalat magrib di
mushola yang terletak di dalam minimarket, aku kembali menyusuri jalan kota.
Angin malam mulai berhembus dan menusuk ke arah tubuhku. Tak mudah bagi angin
menyerangku, karna aku menggunakan jaket parka yang cukup tebal berwarna biru
dongker dengan saku yang banyak sekali.
Aku berjalan mengikuti trotoar ke ujung
jalan, menyebrangi zebra cross, lalu belok kanan ke arah jalan anggrek dan
menuju sebuah kedai kopi yang cukup ramai. Terlihat banyak sekali motor
memenuhi parkiran.
Tulisan “welcome to Kopi Kata” terpampang jelas di temboknya, tembok dengan
motif batu bata merah dengan lampu tumblr menghiasi tiap sudutnya. Terlihat
beberapa barista yang sedang meracik kopi dan juga beberapa pengunjung.
Sekumpulan orang di pojok kanan sepertinya anak-anak SMA, sedangkan di ruangan
outdoor terdapat muda-mudi berpasangan. Sungguh membuat iri.
Aku memesan segelas es kopi kekinian
dengan tambahan toping biscuit regal yang lembek karna bercampur dengan kopi.
Aku juga bingung, di malam hari yang dingin ini kenapa aku harus pesan es kopi.
Tidak tahu, mungkin biar sah menjadi anak milenial.
Aku memilih duduk di pojok kiri ruang
outdoor tepat di sebrang panggung live music. Di panggung live musik terlihat band duo
dengan seorang wanita menjadi vokalis dan si pria memainkan gitar akustik merk
Yamaha memainkan lagu “untuk dikenang” dari jikustik. aku pikir mereka juga
dalam ikatan pasangan yang lebih dari hanya sekedar partner ngeband, karna
chemistry keduanya terlihat sangat hangat.
Ku mulai mengeluarkan laptop dari tas
hitamku, membukanya dan menghubungkan kabel charger dari laptop ke stop kontak.
Inilah alasan aku memilih tempat duduk disini, karna terdapat stop kontak. Aku
tidak bisa jauh dari stop kontak, bagiku stop kontak bagian dari kehidupan.
Tampilan laptopku kini sebuah halaman
Microsoft word, aku mulai mengetikan huruf per huruf kata per kata. Menyusunnya
menjadi sebuah kalimat. Ya aku memang suka menulis. Akupun seorang blogger,
sudah banyak cerita cerita pendek yang aku upload ke blog ku, ada juga beberapa
riview riview makanan. Kopi di kedai kopi kata pun tak luput aku tulis didalam
blog.
“maaf mas, indomienya” seorang witers
mengantarkan makanan ke mejaku, sebelumnya aku memang memesan indomie goreng
double dengan telur mata sapi matang, aku tidak suka telur setengah matang yang
kata beberapa orang enak. Menurutku dimana letak enaknya sebuah telur mentah
yang masih encer. Hueeek
Akupun menghabiskan waktu di kedai kopi
kata. Menyelesaikan tulisanku dan melahap habis indomie yang sudah di modif
sedemikian rupa ala kedai kopi kita. Indomie memang seleraku!
Hari semakin malam, pengunjung datang
dan pergi. Band duo di panggung telah menemani sepanjang malam para pengunjung
kedai kopi kita, menghabiskan beberapa buah lagu. Ditemani sorot lampu panggung
dan suara soundsytem yang nyaring terdengar.
Tegukan kopi susu terakhir pun berhasil
ku alirkan kedalam tenggorokanku, didalam gelas hanya tersisa sedotan warna
hitam dan sebongkah kecil es batu yang belum mencair. Sedangkan indomie telah
lenyap besih tak tersisa di piring bermotif bunga mawar berwarna merah. Aku pun
menutup laptopku dan tak lupa men save terlebih dahulu tulisanku. Dan
memasukannya kedalam tas.
“mas saya sudah di depan kedai” Pesan
masuk dari aplikasi ojek online membuatku bergegas pamit dari kedai kopi kita.
Bersambung...
***
Terimasih sudah membaca, jika berkenan boleh share :)
kuy berteman, follow ya :
twitter @Apiethafizh
Instagram @Hafizhbankam
Youtube ApietHafizh
Keren, dinantikan cerita berikutnya.👏👍
BalasHapusterimakasih banyak :) part duanya sudah bisa di baca
BalasHapus