karna kebahagian itu diciptakan sendiri, yuk makan, jalan-jalan. gk perlu ribet. cuma bawa ransel. yang penting kuyy!!

15.51

Futari Nori No Jitensha

by , in

Part 2, jika kalian belum baca part sebelumnya, bisa di baca klik disini
 

***

Beberapa bulan kemudian.

            Kalo ada yang bilang laki-laki tidak bisa bangun pagi itu sangat salah. Buktinya pa haji Sobri masih bisa mengumandangkan adzan subuh di masjid. Pa Sofyan masih bisa belanja dini hari ke pasar untuk keperluan warungnya. Pa Gabriel tetangga depan rumahku yang punya anjing galak juga bisa berangkat ke kantornya ketika matahari belum nampak. Begitupun denganku.

 

            Matahari terlihat begitu malu-malu untuk menunjukan dirinya. Kubuka jendela kamar, terlihat pohon-pohon basah. Sepertinya tadi malam hujan. Ah aku suka sekali bau basah sehabis hujan di pagi hari.

 

            Aku bergegas mengambil handuk untuk segera mandi, karna jam tujuh pagi aku harus menjemput Naomi ke rumahnya. Karna kita satu kampus, jadi berangkat bersama dia menjadi rutinitasku kini. Dan untungnya rumah Naomi searah dengan kampus.

 

            Selesai mandi masih dengan handuk biru di kepala menutupi rambut basahku, aku menuju meja makan. Membuat sarapan seadanya. Cukup selembar roti tawar tanpa pinggiran ditambah satu sendok selai coklat dan tidak lupa menuangkan satu gelas susu kotak rasa coklat. Bagiku ini cukup untuk menambah energi sampai jam makan siang.

 

            Aku mengambil handphone yang sedang di charger dekat tempat tidur. Jam di layar handphone dengan gambar latar pemandangan sebuah desa di Switzerland menunjukan pukul enam lewat empat puluh lima menit. Masih ada waktu untuk ke rumah Naomi.

 

            Setelah menyiapkan beberapa keperluan kuliah dan memasukannya ke dalam tas, aku pun bersiap berangkat dengan  terlebih dahulu memanaskan motor butut warisan dari pade ku. Ketika motor di panaskan, aku segera memakai sepatu converse classic warna hitam andalanku.

 

            “okeh sudah siap” kata ku dalam hati, sambil mengeluarkan handphone dari jaketku.

 

            “otw, awas aja kalo belum siap” aku mengirim whatsapp ke Naomi. Dan aku pun memacu motor menuju rumah Naomi.

 

            Jarak rumah ku ke rumah Naomi tidak begitu jauh, hanya melewati pos ronda belok kiri ke arah jalan masjid, lalu di perempatan ambil kanan, tepat di sebelah toko peralatan pancing di situlah rumah Naomi. Rumah berpagar warna abu yang di halamannya terdapat pohon mangga besar.

 

            Sesampainya disana, aku langsung membunyikan klakson motor ku dua kali tanda aku sudah sampai.

 

“tiin.. tinnn”

“iyaaa bentar, assalamualaikum kek” teriak Naomi dari dalam rumah.

 

Aku pun menunggu di depan pagar, ingin masuk ke dalam rumah sebenarnya. Tapi karna waktu yang sudah mepet, maka aku batalkan niatku. Toh didalam rumahnya tidak ada siapa-siapa selain pembantunya. Karna orangtua Naomi sudah berangkat kerja sejak pagi tadi.

 

Naomi tinggal bersama kedua orangtuanya dirumah, Ayahnya bekerja sebagai staf kantor dinas Pendidikan di kota ini. Sedangkan ibunya bekerja sebagai guru di Smp dekat rumahnya.

 

Naomi mempunyai satu orang adik perempuan kelas tiga SMP dan satu orang kaka laki-laki yang sebentar lagi lulus kuliah. Btw, aku dan kakanya Naomi bagaikan Tom and Jery yang tidak pernah akur. Pasti ada saja tingkahnya tiap kali bertemu denganku. Untung saja dia sedang tidak ada dirumah saat ini. Jadi tak perlu ada perang dunia ketiga kali ini.

 

“yuk dit berangkat!” Naomi datang menghampiri ku, sambil memberikan sekotak roti.

“okee siap, thanks ya” kataku sambil menstarter motor.        

 

Dia memang sering memberikan sekotak roti coklat kepadaku. Mungkin sebagai sogokan agar aku mau menjemput dia setiap saat. Padahal tadi aku sudah sarapan dirumah sebelum menjemputnya. Tapi tak apalah, lumayan buat nambah semangat di hari ini. Karna aku tau ini roti spesial buatan Naomi. Tidak ada yang lebih spesial dari makanan yang dibuat oleh orang yang kita sayang. Ya sayang, aku sayang dia.

 

Naomi memakai helm yang ia bawa sendiri, bersiap untuk duduk di jok belakang motorku. Naomi terlihat sangat cantik pagi ini, ia memakai sweater berwarna putih dengan gambar rilakkuma di depannya berpadu dengan celana blue jeans dan sepatu vans hitam dengan motif garis putih. Tak lupa totte bag bertuliskan nama boyband asal korea BTS.

 

Aku pun memacu motor menuju kampus. Lalu lintas sekitar cukup ramai. Jarak dari rumah Naomi ke kampus sekitar empat puluh lima menit. Melewati beberapa pabrik textile dan jalan nasional.

 

“cantik banget sih, mau kemana?” kataku menggodanya.

“mau ke pasar beli ayam” balasnya sambil menepuk kesal punggungku.

 

Kita pun tertawa. Tangan Naomi berpegangan sedikit melingkar pada saku jaketku. Motor pun melaju semakin kencang dan tiba-tiba tangan Naomi memeluk ku. Bagi Naomi mungkin ia hanya berusaha agar tidak jatuh ketika di bonceng oleh sahabatnya. Tapi bagiku ini beda. Ini pelukan kasih sayang. Harapku sambil tersenyum.

      

Obrolan – obrolan kecil mengisi perjalanan, dari obrolan tentang mata kuliah di kelas sampai obrolan makanan favorit dikantin. Sesekali Naomi bernyanyi di perjalanan. Ia melantunkan lagu dari jkt48 heavy rotation. Entah ini anak kesambet apa, tapi bawaannya selalu enerjik setiap hari.

 

“dit nanti di depan aja ya” pinta Naomi.

 

Kayanya sudah menjadi kebiasaan setiap dia berangkat bareng denganku, pasti minta turun di depan gerbang kampus. Padahal dari kampus ke dalam menuju Gedung fakultasnya kuliah cukup jauh. Tak apalah, mungkin dia malu terlihat oleh teman-temannya naik motor bututku. Atau memang dia tidak mau terlihat jalan bareng denganku, biar disangka jomblo dan dikejar-kejar oleh laki-laki di kampus ini. Aku bagaikan gajah di pelupuk mata yang tak terlihat.

 

Sesampainya di gerbang kampus yang di depannya ada patung kuda berdiri mengangkat kaki menghadap ke utara. Naomi pun turun sambil membawa helm yang ia bawa.

 

“dit makasih yah..” ucap Naomi.

“oke sama-sama, tiati banyak cowo jahat” kataku seraya menakut-nakuti.

“hhhmmm, iya, yaudah sana entar telat loe” Balas Naomi.

“iyaa, byeee” kata ku sambil menarik gas pergi meninggalkan Naomi.

 

Sejujurnya aku memang udah telat masuk kelas, mata kuliahku yang pertama berbeda jam dengan Naomi. Tapi Naomi tidak mengetahuinya, sengaja aku tidak bilang. Biar bisa berangkat bareng dengan dia. Soalnya kalo aku jujur, dia pasti menyuruhku berangkat duluan.

 

Aku juga pernah, ketika Naomi ngewhatsapp ingin berangkat bareng ke kampus, padahal aku sudah sampai di kampus lebih dulu. Aku pun berbohong kepadanya kalo aku masih di rumah, dan saat itu juga aku balik lagi ke rumah Naomi untuk menjemputnya. Kalo udah sayang mau gimana lagi.

Hubungan ku dengan Naomi masih baik-baik saja. Masih bisa ngobrol kesana kemari, main bareng, makan bareng. Akrab sekali tanpa sekat. Tapi ini hanya sekedar hubungan seorang sahabat bagi Naomi. Tapi bagiku, tidak ada persahabatan yang murni diantara laki-laki dan perempuan tanpa ada salah satunya yang jatuh cinta.

 

Ialah aku, aku yang kalah oleh persahabatan. Masuk ke dalam jurang sesat bernama cinta. Dengan di iringi rasa yang berbeda, yang bertambah setiap harinya, rasa yang semakin lama tidak bisa tertahankan namun masih bisa ku tahan. Terjebak di dalam lembah bernama persahabatan.

 

Gedung Fakultas ku dengan Naomi tak begitu jauh, kita masih bisa janjian makan siang bareng di kantin atau sekedar ngobrol sambil menunggu jam mata kuliah selanjutnya.

 

Makanan favoritku di kantin adalah mie ayam mang sidik, sedangkan favorit Naomi adalah siomay mang Aam dengan bumbu kacangnya yang berbeda dari yang lain. Memang siomay mang Aam itu enak, tapi bagiku mie ayam mang Sidik lebih menggoda.

 

Siang itu dikantin, kita janjian makan bareng. Kali ini Naomi tidak sendirian, melainkan ia mengajak teman kelasnya bernama Naura. Sebelumnya aku sudah kenal dengan Naura. Dia teman ku juga di salah satu unit kegiatan mahasiswa pecinta alam.

 

Naomi terlihat asik ngobrol sendiri dengan Naura. Keberadaanku disana seperti daun bawang diatas semangkuk mie ayam, Cuma jadi pelengkap saja. Yang dimana tidak ada aku pun sebagai daun bawang, mie ayam masih tetap dapat dinikmati.

 

“eh gue cabut dulu ya..” kata ku pamitan setelah di cuekin mereka berdua.

“mau kemana dit, sibuk amat” kata Naura.

“bentar lagi gue ada kelas, kalian sih enak udah beres” jawabku.

“eh dit entar balik bareng lagi ya” pinta Naomi.

“kabarin aja ya, gue abis kelas mau futsal dulu sama anak-anak” kataku seraya meninggalkan mereka asik berdua.

 

Aku dan Naomi memang jarang pulang bareng karna jam selesai kelas kita berbeda. Naomi lebih sering pulang duluan naik ojek online. Tapi kali ini Naomi ingin bareng denganku. Ku iyakan lah permintaan itu.

 

Tiba pulang kuliah, aku lanjut bermain futsal bersama teman-temanku tidak jauh dari kampus. Futsal menjadi olahraga rutinku bersama teman-teman seminggu sekali. Kita biasa booking lapangan futsal jam setengah lima sore. Dan berakhir pas waktunya shalat magrib tiba.

 

Sehabis bermain futsal, aku menuju kos-kosan temanku Agus untuk menumpang mandi dan sholat magrib. selesai mandi aku mengirim pesan whatsapp bersiap untuk menjemput Naomi.

 

“balik gk nih?” pesanku telah sampai ke Naomi ditandai dengan tanda ceklis dua berwarna putih.

“dit gpp kan nunggu sebentar, Nunggu Naura di jemput kakanya” balas Naomi.

“yaudah kalem, gue masih di kosan Agus” kataku.

 

Padahal saat itu aku sudah lelah sekali sehabis futsal. Bayangan dan jiwa ku sudah ada di rumah. Membayangkan betapa enaknya rebahan dan mejulurkan kaki di atas Kasur kamarku.  Tapi lagi-lagi ini demi Naomi. Aku juga tidak akan tega membiarkan dia pulang malam-malam sendirian ke rumahnya.

 

Jam menunjukan pukul delapan malam, ini sudah lewat dari jam pulangku biasanya. Aku masih setia menunggu Naomi di kosan Agus sampai ketiduran. Tiba-tiba suara agus membangunkan ku.

 

“dit dit, Naomi nelpon tuh” agus sembari memberikan Handphone kepadaku.

“Halooo” jawabku di telepon dengan suara masih ngantuk.

“dit jemput gue sekarang aja, bentar lagi Naura di jemput kakanya” Kata Naomi di balik telepon.  

“sip, loe dimana, gue kesana sekarang” kataku bertanya.

“di masjid deket gerbang ya dit, gue nunggu disini sama Naura” Naomi mmemberitahu posisinya.

 

Setelah menutup telepon dari Naomi, aku pun siap-siap kesana. Dan tidak lupa berpamitan dulu kepada Agus. Lalu langsung tancap gas menuju masjid kampus. 

 

Sesampainya aku di masjid kampus berbarengan dengan kakak laki-laki Naura yang juga datang menjemput. Mereka berdua berpamitan kepadaku dan juga Naomi. Setelah mereka berdua pergi aku pun dan Naomi pergi meninggalkan kampus.

 

Melihat jam yang belum terlalu malam. Di perjalanan pulang aku pun berniat mengajak Naomi makan malam.

“kita makan dulu yu laper nih” ajak ku.

“nanti aja deh dit kenyang nih” jawab Naomi malas.

 

Motorku terus melaju dengan lampu sorot kuning kedepan melanjutkan perjalanan, ketika di perjalanan aku melihat pecel ayam di pinggir jalan, aku pun kembali mengajak Naomi makan.

 

“eh liat tuh, ada pecel ayam, mampir yuk” ajak ku kembali.

“enggak deh dit, gk laper” jawab Naomi semakin malas.

 

Perjalanan kembali berlanjut, langit hitam menemani kita berdua dengan kerlap kerlip lampu jalan, dibawah  fenomena supermoon yang terlihat jelas. Naomi seraya menunjuk ke atas langit.

 

“dit liat deh bulannya jelas banget” kata Naomi kagum.

“ya jelas lah, kan lagi supermoon” katakku.

“indah ya dit..”

“iyaa keren banget” jawabku, dan ketika itu aku langsung memberhentikan motor lalu mengeluarkan kamera di tas ku. Dan langsung mengabadikan fenomena supermoon tersebut.

 

Setelah mendapatkan potret supermoon, aku pun melanjutkan perjalanan. Di tengah perjalanan aku melewati kedai kopi kata. Dan lagi-lagi untuk terakhir kalinya sebelum sampai rumah Naomi aku pun mengajak ia makan.

 

“tuh kedai kopi kata, makan dulu yuk.. gue kangen indomie gorengnya nih” ajak ku kembali dengan penuh semangat.

“ngantuuk dit” jawab Naomi singkat.

 

Benar saja, ternyata Naomi benar-benar ngantuk. Di sisa perjalanan dia tertidur di jok belakang motorku, sambil menyenderkan kepalanya di bahuku. Dan tak lupa tangannya melingkar memeluk. Aku pun segera mengantarkannya pulang.

 

Mungkin bagi diri mu aku hanyalah teman yang pulangnya searah, yang keberadaannya tak pernah lebih dari sebatas teman. Tapi bagiku dirimu sangat berarti. Sama seperti lirik dalam lagu jkt48 futari nori no jitensha.

 

Duh Naomi, di malam yang dingin ini dan di bawah supermoon yang indah, harusnya kita menghabiskan waktu bersama. Mungkin hanya untuk sekedar minum coklat panas kesukaanmu sambil berbincang hangat di kedai kopi kata. Tapi kamu malah tidur.

Yasudah lah. Selamat tidur Naomi, mimpi indah.

Bersambung…

***

 

Terimasih sudah membaca, jika berkenan boleh share :)

kuy berteman, follow ya :

twitter @ApietHafizh

Instagram @Hafizhbankam

Youtube ApietHafizh

 

 

 

  

 

           

             

 

 

           

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

01.34

Hari Sabtu menjelang senja

by , in

 


 Hari Sabtu menjelang senja

 

Sudah menjadi kebiasaan buat ku nongkrong di bangku taman kota di sore hari menjelang malam. Sambil ditemani dengan lantunan musik yang keluar dari kedua speaker headset butut warna putih yang telah memudar.

 

            Sebuah lagu dari band asal kota Bandung yang namanya terdengar cukup unik, Juicy Luicy. Entah dapet dari mana ide nya nama tersebut. Tapi lagunya sungguh bisa di bilang “gue banget”. Lagu tentang kisah cinta yang terhalang oleh sebuah sekat bernama persahabatan.

 

            “bercerita tak bisa tak cerita tersiksa, akuuu aku terjebak persahabatan” suara Uan sang vokalis sungguh fasih melantunkan lagu Terjebak Persahabatan.

 

“siaaal” ucapku dalam hati, kenapa sih harus lagu ini yang terngiang-ngiang di kepala. Mana mungkin bisa seseorang mencintai sahabatnya sendiri. Sahabat ya sahabat! Tak perlulah ada cinta di dalamnya, ganggu!

 

Lagu itu mengingatkan akan sahabatku bernama Naomi, Naomi adalah teman masa kecilku hingga saat ini. Ya hingga saat ini sebelum kita semua menyadari perasaan aneh ini muncul, dan membuat persahabatan dan hubungan kita renggang.  

 

Hubunganku dengan Naomi dekat sekali, sangat dekat. Naomi adalah teman yang bisa di bilang kita tidak pernah lost contac sejak dulu. Kita main bareng, sekolah bareng, bahkan sekarang kita satu kampus, walau beda jurusan. Aku mengambil jurusan komunikasi dan dia akuntansi, walaupun sebetulnya dia ingin masuk jurusan psikolog tapi tidak keterima.

 

Sore itu ditaman aku bingung, mau senang atau sedih dengar kabar bahwa Naomi mau satu kampus denganku.

 

“eh dit, gue masuk kampus yang sama loh kaya loe” pesan whatsapp dari Naomi mengagetkanku.

 

“wah masa sih? Emang loe gk di terima jadi psikolog di kampus idaman loe?” bales ku

 

“engga dit, bukan rejekinya kali. Loe harusnya seneng kali gue satu kampus bareng loe” Naomi menjawab.

 

“seneng kenapa?” pertanyaan yang seharusnya aku tidak tanyakan, karena aku senidiri pun sudah tau jawabannya.

 

“ya loe bakalan sering ketemu sama gue hahaha” Ketawa Naomi di whatsapp sungguh bisa didengar. Ketawanya khas dengan senyum manisnya yang membuatku suka kepadanya, dia sahabatku Naomi.

 

Aku mulai suka kepadanya semenjak kita duduk di bangku smp.  Ada rasa yang tak seperti biasanya ketika aku dekat dengan dia. Rasa yang sungguh mengganggu sekali. Aku cuma teman mainnya tidak lebih, tapi ada rasa kehilangan bila dia tidak berada di dekatku. Rasanya aku ingin selalu dekat dengan dia.

 

Tapi rasa ini hanya aku yang menyimpannya sendiri, aku tidak berani mengungkapkannya. Dan untuk apa di ungkapkan, toh Naomi ini sahabatku, bukan gebetanku.

 

Awalnya aku bisa memendam perasaan ini sendirian, lama sekali. Tersiksa, jangan tanya. aku selalu mendengarkan curhatan Naomi tentang laki-laki yang dia suka, yang tentunya bukan aku. Cemburu? Sudah pasti tapi aku tidak punya hak untuk itu, karna sekali lagi Naomi adalah sahabatku bukan pacarku.

 

Aku bisa menyimpan perasaan itu sendirian hingga saat ini. Tapi tidak mungkin juga aku mampu menahan ini semua, hati kecilku seperti berteriak meronta ingin jujur tentang ini semua. Tapi aku bingung gimana caranya? Entah lah, mungkin perasaan ini semua takan pernah tersampaikan.

 

Langit biru dengan gumpalan awan yang terlihat seperti kumpulan kapas kecantikan perlahan berubah menjadi jingga, lalu lintas di sekitar taman ramai dikarnakan ini jam pulang kantor. Hingga akhirnya matahari benar-benar pergi dan langit menjadi gelap. Cahaya lampu taman mulai menghiasi.

 

setelah menunaikan shalat magrib di mushola yang terletak di dalam minimarket, aku kembali menyusuri jalan kota. Angin malam mulai berhembus dan menusuk ke arah tubuhku. Tak mudah bagi angin menyerangku, karna aku menggunakan jaket parka yang cukup tebal berwarna biru dongker dengan saku yang banyak sekali.

 

Aku berjalan mengikuti trotoar ke ujung jalan, menyebrangi zebra cross, lalu belok kanan ke arah jalan anggrek dan menuju sebuah kedai kopi yang cukup ramai. Terlihat banyak sekali motor memenuhi parkiran.

 

Tulisan “welcome to Kopi Kata”  terpampang jelas di temboknya, tembok dengan motif batu bata merah dengan lampu tumblr menghiasi tiap sudutnya. Terlihat beberapa barista yang sedang meracik kopi dan juga beberapa pengunjung. Sekumpulan orang di pojok kanan sepertinya anak-anak SMA, sedangkan di ruangan outdoor terdapat muda-mudi berpasangan. Sungguh membuat iri.

 

Aku memesan segelas es kopi kekinian dengan tambahan toping biscuit regal yang lembek karna bercampur dengan kopi. Aku juga bingung, di malam hari yang dingin ini kenapa aku harus pesan es kopi. Tidak tahu, mungkin biar sah menjadi anak milenial.

 

Aku memilih duduk di pojok kiri ruang outdoor tepat di sebrang panggung live music.  Di panggung live musik terlihat band duo dengan seorang wanita menjadi vokalis dan si pria memainkan gitar akustik merk Yamaha memainkan lagu “untuk dikenang” dari jikustik. aku pikir mereka juga dalam ikatan pasangan yang lebih dari hanya sekedar partner ngeband, karna chemistry keduanya terlihat sangat hangat.

 

Ku mulai mengeluarkan laptop dari tas hitamku, membukanya dan menghubungkan kabel charger dari laptop ke stop kontak. Inilah alasan aku memilih tempat duduk disini, karna terdapat stop kontak. Aku tidak bisa jauh dari stop kontak, bagiku stop kontak bagian dari kehidupan.

 

Tampilan laptopku kini sebuah halaman Microsoft word, aku mulai mengetikan huruf per huruf kata per kata. Menyusunnya menjadi sebuah kalimat. Ya aku memang suka menulis. Akupun seorang blogger, sudah banyak cerita cerita pendek yang aku upload ke blog ku, ada juga beberapa riview riview makanan. Kopi di kedai kopi kata pun tak luput aku tulis didalam blog.

 

“maaf mas, indomienya” seorang witers mengantarkan makanan ke mejaku, sebelumnya aku memang memesan indomie goreng double dengan telur mata sapi matang, aku tidak suka telur setengah matang yang kata beberapa orang enak. Menurutku dimana letak enaknya sebuah telur mentah yang masih encer. Hueeek

 

Akupun menghabiskan waktu di kedai kopi kata. Menyelesaikan tulisanku dan melahap habis indomie yang sudah di modif sedemikian rupa ala kedai kopi kita. Indomie memang seleraku!

Hari semakin malam, pengunjung datang dan pergi. Band duo di panggung telah menemani sepanjang malam para pengunjung kedai kopi kita, menghabiskan beberapa buah lagu. Ditemani sorot lampu panggung dan suara soundsytem yang nyaring terdengar.

 

Tegukan kopi susu terakhir pun berhasil ku alirkan kedalam tenggorokanku, didalam gelas hanya tersisa sedotan warna hitam dan sebongkah kecil es batu yang belum mencair. Sedangkan indomie telah lenyap besih tak tersisa di piring bermotif bunga mawar berwarna merah. Aku pun menutup laptopku dan tak lupa men save terlebih dahulu tulisanku. Dan memasukannya kedalam tas.

 

“mas saya sudah di depan kedai” Pesan masuk dari aplikasi ojek online membuatku bergegas pamit dari kedai kopi kita.

 

Bersambung...

***


Terimasih sudah membaca, jika berkenan boleh share :)

kuy berteman, follow ya :

twitter @Apiethafizh

Instagram @Hafizhbankam

Youtube ApietHafizh